728x90 AdSpace

wisata

  • Latest News

    Copyright GarutNews.Com. Diberdayakan oleh Blogger.

    Temuan BPK RI, Garut Berkondisi Parah


    Garut News ( Sabtu, 15/10 ).

     

              Pada 19 Juli 2011, BPK RI menyerahkan “Laporan Hasil Pemeriksaan” (LHP) atas “Laporan Keuangan Pemerintah Daerah” (LKPD) Kabupaten Garut 2010 kepada DPRD dan Bupati beserta sembilan kabupaten/kota lainnya.

     

            Proses pemeriksaan atas LKPD ini dilakukan 8 April hingga 27 Mei 2011, disajikan dalam tiga buku, terdiri Buku I LHP Keuangan atas LKPD 2010 per 31 Desember 2010.

     

           Buku II. LHP Sistem Pengendalian Internal, dan Buku III LHP atas Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan. Ketiganya diterbitkan bersamaan pada 6 Juli 2011.

     

           Secara umum, temuan-temuan BPK pada ketiga buku tersebut setidaknya dikelompokkan dalam empat kategori, masing-masing ketidak-sinkronan, kekurang-tepatan dan ketidak-lengkapan data pelaporan keuangan.

             BPK menyatakan, Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Arus Kas dan Catatan atas Laporan Keuangan per 31 Desember 2010 disajikan secara wajar dan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.

           Atas dasar ini BPK RI memberikan opini “Wajar Dengan Pengecualian” (WDP), namun demikian,  ditemukan beberapa ketidak-sinkronan dalam pencatatan laporan keuangan, setelah dibandingkan dengan beberapa sumber data lain.

            Dari hasil kajian Direktur LSM Perkumpulan Inisiatif Bandung, juga peneliti pada “Masyarakat Peduli Anggaran Garut” (MAPAG),  Donny Setiawan terhadap materi laporan keuangan di Buku I ditemukan beberapa pencatatan yang berbeda.

           Perbedaan pertama ketika membandingkan pencatatan Aset Lancar pada Neraca Keuangan per 31 Desember 2010 dalam buku LHP, dengan yang tertuang dalam LPP APBD 2010 yang diserahkan ke DPRD.

           Dari perbandingan tersebut, ditemukan perbedaan jumlah/selisih pencatatan Piutang Pajak dan Retribusi Rp11 miliar, pada neraca dicantumkan dalam LHP dituliskan Piutang Pajak dan Retribusi Rp17 miliar, sedangkan pada LPP APBD 2010 sebesar Rp6 miliar.

          Menurut Donny Setiawan, data laporan keuangan  yang diserahkan ke DPRD seharusnya sama dengan data yang dijadikan materi pemeriksaan oleh BPK, mengingat status pencatatannya sama per 31 Desember 2010.

          Apakah ini berarti capaian Piutang Pajak dan Retribusi sebesar Rp11 miliar sengaja tidak dilaporkan Pemkab Garut ke DPRD?, perbedaan data neraca ini pernah ditemukan juga pada tahun 2009 dengan komponen yang berbeda.

          Perbedaan lainnya ditemukan ketika mengkaji pencatatan data transfer dana dari Pemerintah Pusat ke Pemkab Garut.

           Donny mengaku, mencoba membandingkan antara data Laporan Realisasi Anggaran dalam LHP, Peraturan Presiden dan Peraturan Menteri Keuangan terkait alokasi dana transfer serta data penyaluran dana transfer ke daerah, dalam website Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan.

           Dari perbandingan itu, ditemukan  kelebihan transfer dana dari Pemerintah Pusat, khususnya pada Dana Bagi Hasil Pajak dan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam sebesar Rp66 miliar.

           Belum diketahui pasti apa penyebab terjadinya kelebihan transfer ini. Tampaknya perlu konfirmasi lebih lanjut kepada Kepala DPPKA Garut atau Direktorat Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan mengenai hal ini.

           Terkait kekurang-tepatan pencatatan laporan keuangan, ditemukan auditor BPK di Dinas Bina Marga, untuk kegiatan Rehabilitasi/Pemeliharaan Berkala Jalan Kabupaten dan Dana Penguatan Infrastruktur dan Prasarana Daerah (DPIPD) untuk Bidang Jalan dan Jembatan.

           Kegiatan yang anggarannya sebesar Rp8 miliar dan Rp10,8 miliar tersebut, dialokasikan dan dicatat dalam kategori Belanja Barang dan Jasa.

           Padahal seharusnya dikategorikan dalam Belanja Modal karena memiliki nilai manfaat lebih dari 12 bulan.

           Kekurang-tepatan pencatatan laporan keuangan, juga tercermin dalam penyajian penyertaan modal dari investasi terarah kepada 21 kantor cabang BPR senilai Rp1,99 miliar. Temuan ini sudah diungkapkan BPK pada LHP BPK RI atas LKPD TA 2009.

           Terkait temuan ketidak-lengkapan data pendukung dalam pertanggung-jawaban pencatatan laporan keuangan, diantaranya ditemukan dalam penyajian piutang lainnya dan piutang kios pasar, yang ada dokumen pendukung memadai. Temuan ini adalah temuan sama pada LHP BPK RI atas LKPD TA 2009.

          Temuan lainnya, terkait ketidak-lengkapan data pendukung pertanggung-jawaban laporan keuangan terdapat dalam penyaluran dana Bantuan Sosial dan Bantuan Hibah 2010.

         BPK menemukan terdapat 56 organisasi/kelompok masyarakat dengan jumlah total Rp12,9 miliar, yang belum menyerahkan laporan pertanggung-jawaban penggunaan dana.




           Temuan terkait penata-usahaan persediaan dan aset tetap ini, dituangkan rinci oleh auditor BPK pada Buku II. Pada Buku II disebutkan terdapat penata-usahaan persediaan di Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, BLUD RSUD Dr. Slamet dan Sekretariat Daerah yang dinilai BPK belum memadai.

           Hal ini didasarkan pada hasil stock opname terhadap persediaan barang yang diantaranya berupa obat-obatan dan ATK.

            Sementara itu, penatausahaan aset tetap di DPPKA, Dinas Bina Marga, Sekretariat Daerah, Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan dinilai auditor BPK tidak tertib.

          Diantaranya malah terdapat Aset Tetap senilai Rp. 203,8 miliar yang tidak dapat ditelusuri keberadaannya. Aset Tetap tersebut diantaranya berupa: kendaraan roda empat, kendaraan roda dua, laptop, printer, scanner, dan lain-lain.

           Kekurang-tepatan implementasi kebijakan ditemukan BPK diantaranya pada penyertaan modal pada enam kantor cabang BPR, yang telah dilikuidasi senilai Rp585 juta.

           Penyertaan modal pada kantor cabang BPR yang telah dilikuidasi ini dinilai tidak jelas dasar perhitungannya. Temuan ini adalah temuan yang sama yang diungkap BPK pada LHP tahun-tahun sebelumnya.

                   Kebijakan dan implementasi kebijakan lainnya, yang dinilai kurang tepat ditemukan oleh auditor BPK di BLUD RSUD Dr. Slamet. Setidaknya terdapat lima temuan BPK  di RSUD Dr. Slamet Garut.

           Beberapa temuan penggunaan dan pertanggung-jawaban anggaran yang diungkapkan BPK di beberapa SOPD malah dituliskan secara jelas terindikasi fiktif, tidak layak dibayarkan dan tidak sesuai kenyataan.

           Menurut Donny malah dapat dikategorikan terindikasi penyalahgunaan anggaran secara disengaja, karena itu temuan-temuan tersebut sangat layak ditindaklanjuti melalui pemeriksaan investigatif oleh aparat hukum.

    Temuan-temuan yang terindikasi penyalahgunaan anggaran diantaranya adalah:
                    a)      Pemberian hak-hak keuangan (uang representatif dan tunjangan) selama kurang lebih 15 (lima belas) senilai Rp522 juta kepada tiga anggota DPRD Garut yang dinyatakan bersalah dan memiliki kekuatan hukum tetap;

                   b)      Pembayaran uang lembur pada Desember 2010 untuk kegiatan Penyusunan Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD kepada pegawai di Bidang Anggaran DPPKA senilai Rp63,3 juta yang diindikasikan tidak benar karena sudah dibayarkan sebelumnya pada bulan Agustus dan September 2010 senilai Rp223 juta;


                   e)      Kegiatan Penyelenggaraan dan Pembinaan Internal Umat Beragama pada Bagian Administrasi Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah sebesar Rp. 461,9 juta dilaksanakan sebelum anggaran ditetapkan dan pertanggungjawabannya tidak diyakini kebenarannya;

             Atas temuan-temuan tersebut, BPK RI merekomendasikan kepada Bupati Garut diantaranya untuk memberikan sanksi sesuai ketentuan kepada Kepala Bidang Anggaran dan Bendahara Pengeluaran Pembantu Bidang Anggaran DPPKA/

             Kemudian Kepala DPPKA, Kepala Bagian Umum Setda, Kepala Sub Bagian Rumah Tangga dan Protokol dan Bendahara Pengeluaran Pembantu di Bagian Umum Setda serta Kepala Bagian Administrasi Kesejahteraan Rakyat dan Bendahara Pengeluaran Pembantu di Bagian Administrasi Kesra Setda.

           Sejak LHP ini diserahkan oleh BPK ke DPRD dan Bupati Garut sampai dengan tulisan ini dibuat, DPRD belum membahas dan menindaklanjuti temuan-temuan tersebut.

           Padahal, apabila mengacu pada Permendagri No. 13/2010 tentang Pedoman Pelaksanaan fungsi Pengawasan DPRD terhadap Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK Pasal 6 Huruf (a).

          Bahwa pembahasan atas laporan hasil pemeriksaan BPK dilakukan DPRD, paling lambat dua minggu setelah menerima laporan hasil pemeriksaan BPK, yang mengindikasikan Garut berkondisi parah, ungkapnya kepada Garut News, Sabtu. ***(John).


    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 comments:

    Posting Komentar

    Item Reviewed: Temuan BPK RI, Garut Berkondisi Parah Rating: 5 Reviewed By: Unknown
    LIHAT ARSIP LAMA BERITA SILAHKAN KLIK www.garutnews.weebly.com
    Scroll to Top