Garut News, ( Selasa, 28/9 ).
Kepala Dinsosnakertrans Kabupaten Garut, Hj. Elka Nurhakimah, M.Si menegaskan, Selasa, para pengungsi korban tanah retak di Kecamatan Pakenjeng, sifatnya tidak permanen, melainkan mereka pun bisa tetap berdomisili di rumahnya masing-masing.
Bahkan selama ini pun, dinilai bisa melaksanakan kegiatan rutinnya masing-masing, hanya jika terjadi hujan deras dievakuasi untuk menghindari terjadinya bencana alam, yang membahayakan keselamatan jiwa, katanya kepada Garut News.
“Kemarin pun, jumlah tendanya sudah kita tambah,“ ungkap Elka menyusul sejak terjadi retakan tanah di Kampung Cimareme Tengah Desa Tegalgede Pakenjeng pada 13 September, gerakan tanahnya cenderung meluas, mengakibatkan lokasi retakan tanah bertambah.
Kepala Desa Tegalgede, Yuhana mengatakan, jumlah kepala keluarga (KK) terancam akibat terjadinya retakan tanah di daerahnya saat ini 239 KK atau 645 jiwa, 72 KK di antaranya atau 240 jiwa mengungsi ke delapan tenda yang disediakan.
Tenda satu dihuni dua KK (11 jiwa), tenda dua 10 KK (34 jiwa), tenda tiga 6 KK (16 jiwa), tenda empat 3 KK (12 jiwa), tenda lima 8 KK (28 jiwa), tenda enam 35 KK (136 jiwa), tenda tujuh 7 KK (28 jiwa) serta tenda delapan dihuni 3 KK (11 jiwa), katanya.
Menyebabkan para pengungsi terpaksa berdesak-desakan, ujar Yuhana di lokasi pengungsian.
Bahkan masih terdapat warga yang memaksakan diri bertahan di rumahnya, meski dihantui rasa was was, sehingga diperlukan sekitar 30 buah lagi.
Para pengungsi, warga RW. 08 dan 09 di Kampung Cimareme Tengah, dengan jumlah rumah rusak berat mencapai 60 unit dan rusak ringan 180 unit, sedangkan yang terancam, jumlahnya jauh lebih banyak, ungkap Yuhana. ***(John).
Kepala Dinsosnakertrans Kabupaten Garut, Hj. Elka Nurhakimah, M.Si menegaskan, Selasa, para pengungsi korban tanah retak di Kecamatan Pakenjeng, sifatnya tidak permanen, melainkan mereka pun bisa tetap berdomisili di rumahnya masing-masing.
Bahkan selama ini pun, dinilai bisa melaksanakan kegiatan rutinnya masing-masing, hanya jika terjadi hujan deras dievakuasi untuk menghindari terjadinya bencana alam, yang membahayakan keselamatan jiwa, katanya kepada Garut News.
“Kemarin pun, jumlah tendanya sudah kita tambah,“ ungkap Elka menyusul sejak terjadi retakan tanah di Kampung Cimareme Tengah Desa Tegalgede Pakenjeng pada 13 September, gerakan tanahnya cenderung meluas, mengakibatkan lokasi retakan tanah bertambah.
Kepala Desa Tegalgede, Yuhana mengatakan, jumlah kepala keluarga (KK) terancam akibat terjadinya retakan tanah di daerahnya saat ini 239 KK atau 645 jiwa, 72 KK di antaranya atau 240 jiwa mengungsi ke delapan tenda yang disediakan.
Tenda satu dihuni dua KK (11 jiwa), tenda dua 10 KK (34 jiwa), tenda tiga 6 KK (16 jiwa), tenda empat 3 KK (12 jiwa), tenda lima 8 KK (28 jiwa), tenda enam 35 KK (136 jiwa), tenda tujuh 7 KK (28 jiwa) serta tenda delapan dihuni 3 KK (11 jiwa), katanya.
Menyebabkan para pengungsi terpaksa berdesak-desakan, ujar Yuhana di lokasi pengungsian.
Bahkan masih terdapat warga yang memaksakan diri bertahan di rumahnya, meski dihantui rasa was was, sehingga diperlukan sekitar 30 buah lagi.
Para pengungsi, warga RW. 08 dan 09 di Kampung Cimareme Tengah, dengan jumlah rumah rusak berat mencapai 60 unit dan rusak ringan 180 unit, sedangkan yang terancam, jumlahnya jauh lebih banyak, ungkap Yuhana. ***(John).
0 comments:
Posting Komentar