Ketua Yayasan Thalasemia Kabupaten Garut, Ny. Rani Permata Diky Chandra mengingatkan, menanggulangi penderitaan penyakit thalasemia, bukan hanya dengan empati melainkan diperlukannya kepedulian nyata dari berbagai kalangan.
Menyusul saat ini, terdapat sekurangnya 167 anak Garut menderita jenis penyakit tersebut, sebagai penyakit keturunan maupun “genetik”, yang hingga kini hanya bisa ditanggulangi dengan transfusi darah minimal sekali sebulan.
Tetapi akibat seringnya mendapat transfusi darah, juga menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi pada tubuh, sehingga bisa menimbulkan pembengkakan pada hati dan limpa setiap penderita, tegasnya pada pelaksanaan “gebyar donor darah” di Kampus Universitas Garut (UNIGA), Sabtu.
Maka selain mutlak diperlukan pasokan darah, setiap penderita rata-rata setiap sepuluh jam harus mendapatkan suntikan desperal, dengan biaya keseluruhannya sangat mahal, padahal sebagian besar penderita dari kalangan sosial ekonomi lemah.
Karena itu, Ny. Rani Permata yang juga istri Wakil Bupati Garut menyerukan, agar berbagai komponen dan elemen masyarakat di Kabupaten Garut, bisa saling bahu membahu dengan semangat kebersamaan berupaya memutus mata rantai perkembangan penyakit thalasemia.
Selain itu pula, hendaknya kalangan mahasiswa yang akan menempuh jenjang pernikahan supaya bersedia memeriksakan kesehatan bersama calon pasangannya, karena jika masing-masing individu memiliki pembawa sifat thalasemia, maka kemungkinan besar memiliki anak menderita thalasemia “mayor”, yang harus ditransfusi darah seumur hidup.
Pada perhelatan tersebut, selain diselenggarakan kegiatan donor darah secara besar-besaran, juga digelar pemeriksaan kesehatan serta pengobatannya secara gratis, diselenggerakan pula “talk show” thalasemia.
Dengan nara sumber, Ny. Rani, Kadiskes setempat dr H. Hendy Budiman, M.Kes, Direktur RSU dr Slamet, dr H. Maskut Farid, MM serta Ketua PMI Cabang Garut, H. Budiman, SE, M.Si.
Hendy Budiman katakan, thalaemia merupakan salah-satu permasalahan di Kabupaten Garut, sehingga institusinya tidak hanya memprioritaskan upaya pencegahan dan pengendalian penyakit menular, namun akan mengusulkan anggaran untuk penanggulangan thalasemia, katanya.
Sedangkan dr Maskut Farid mengemukakan, pihaknya pun tengah mengajukan Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp400 juta, untuk penyediaan sarana kesiapan rumah sakit memiliki “Bank Darah”, yang diharapkan bisa beroperasional pada 2011 mendatang.
Selain sebagai persyaratan rumah sakit tipe “B”, juga tingginya kematian ibu saat melahirkan selama ini, umumnya akibat pendarahan, ungkapnya.
Sementara itu Ketua PMI, Budiman menyatakan kebutuhan darah di Kabupaten Garut setiap bulannya tidak kurang dari seribu labu atau kantong, sedangkan yang terpenuhi paling banyak pun hanya 600 labu.
Pihaknya tidak memperjual-belikan darah, melainkan biaya penggantian pengolahan darah Rp250 ribu setiap labu, karena pengadaan kantong darah Rp100 ribu, kemudian biaya pengolahan darah, yang selama ini hanya mendapat subsidi dari Pemkab Rp25 juta setiap tahun.
Sedangkan di kabupaten/kota termuda sekalipun di Jabar, setiap tahunnya mendapat subsidi dari APBD Rp400 juta, padahal Garut merupakan salah satu dari 50 kabupaten/kota terkaya di Indonesia, katanya.
Sementara itu, Hendy Budiman kepada Garut News menambahkan, untuk bisa dibukanya Fakultas Kedokteran UNIGA, masih sangat diperlukannya kajian yang mendalam terutama kesiapan SDM staf pengajar. ***(John).
0 comments:
Posting Komentar