Garut News, ( Senin, 28/2 ).
Bupati Garut, Aceng H.M Fikri bisa terjebak bahkan terjerat oleh peraturannya sendiri, yakni Peraturan Bupati (Perbup) Nomor : 171/2010 Tentang Tidak Diberlakukannya Perpanjangan “Batas Usia Pensiun” (BUP).
Meski produk hukum tersebut, salah satu dampak positipnya dapat memperlancar regenerasi jabatan struktural birokrasi di lingkungan Pemkab/Setda setempat, tetapi dinilai banyak kalangan bertentangan dengan “Peraturan Pemerintah” (PP) Nomor : 65/2008 Tentang BUP.
Intisari PP ini, bagi pejabat struktural eselon satu dan dua “dapat” diperpanjang hingga usia 60 tahun, sedangkan pada Perbup 171/2010 tidak diberlakukan perpanjangan, sehingga diindikasikan berbenturan dengan peraturan di atasnya.
Mengakibatkan banyak pejabat yang dirugikan, khususnya bagi mereka yang mungkin memiliki kompetensi serta dedikasi pada bidangnya.
Sementara itu, dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor : 5/2005 Tentang Penilaian Calon Sekda dan Pejabat Struktural Eselon Dua, antara lain menyebutkan apabila bupati menentukan BUP 56 tahun.
Sehingga bagi pejabat yang akan dipromosikan pada jabatan struktural eselon dua, dilakukan setahun sebelum menginjak usia 55 tahun, apabila bupati/walikota menetapkan kebijakan BUP 60 tahun, calon yang diusulkan pada eselon dua, usianya sebelum menginjak 60 tahun.
Merebaknya kini beragam kajian mengenai hal tersebut, BUP bisa pada usia 57 tahun, 58 tahun dan 60 tahun, tergantung kebijakan bupati, katanya.
Dari uraian tersebut pula, penulis berpendapat bupati memiliki kewenangan menentukan BUP bagi pejabat struktural eselon dua, kendati sekalipun tidak menerbitkan Perbup Nomor : 171/2010.
Namun jika bupati mencabut kembali Perbup Nomor : 171/2010 maka Bupati Aceng H.M Fikri bisa dinilai “inkonsistensi” terhadap peraturan yang dibuatnya sendiri.
Terlepas siapa pun yang menulis konsep Perbup itu, maupun siapa pun “deal maker” yang membisiki bupati sebelum Perbup nya di cap serta ditandatangani nya.
Sedangkan kata “dapat” dalam PP Nomor : 65/2008 juga sangat memungkinkan memiliki multi tafsir, meski banyak kalangan berpendapat, bupati memiliki kewenangan menentukan BUP pejabat struktural eselon dua.
Mulai semakin merebaknya keinginan untuk dicabutnya Perbup 171/2010, barangkali atau mungkin siapa pun yang menduduki jabatan atau kekuasaan itu, ibarat menenggak minuman keras (miras), semakin sering dan banyak, semakin memabukkan pula, sebagai hal yang manusiawi.
Bupati Aceng H.M Fikri ketika didesak pertanyaan Garut News, mengenai rencananya apakah akan memperpanjang lagi masa jabatan seorang pejabat struktural eselon dua, dia katakan belum bisa menjawab, karena akan mengecek kembali masa berlakunya. ***(Selesai).
0 comments:
Posting Komentar