“Ekspo Garut Festival, Bau Pesing”
Garut News, ( Kamis, 21/4 ).
Domba Garut (Aries Ovis), selain sebagai plasmanuftah terlangka di dunia, ternyata juga dipastikan bisa ditampilkan memikat mirip peragawati yang berjalan apik di atas lintasan “catwalk”, ungkap pencetusnya, Deni Rinjani kepada Garut News, Kamis.
Dia mengaku bersama kelompok wartawan “Teman Satwa”, akan menggelar “Domba Catwalk” ke-2 pada Minggu 24 April mendatang mulai Pukul 09.00 WIB, guna menyemarakan hari jadi ke-199 Garut, katanya.
Sebagai bentuk ketangkasan yang ditampilkan beda, sekaligus merupakan upaya nyata “ngamumule” (melestarikan) tradisi, yang tidak hanya bisa digelar dalam penyelenggaraan adu domba, melainkan memfokuskan pada estetika penampilannya, kata Ketua Penyelenggara itu.
Sehingga ditargetkan 100 peserta bisa mengikuti ajang Domba Catwalk pada Arena Garut Festival ke-2 di Alun-Alun, dengan total hadiah Rp10 juta serta pemberian door prize dari kalangan sponsor, ungkap Teman Satwa lainnya, Jay, Nova Nugraha dan Irwan Rudiawan.
Selain diantaranya dipastikan berdatangan dari pemelihara Domba Garut asal 15 kecamatan, juga akan diterjunkan dua domba milik Perum Perhutani pada perhalatan tersebut, karena itu disampaikan apresiasi serta penghargaan kepada para sponsor, ungkap Deni Rinjani.
Domba Garut, sekurangnya memiliki tujuh keajaiban yang spektakuler terdiri plasma asli nuftah Indonesia, beranak tiga kali dalam setahun, banyaknya anak satu hingga empat ekor.
Kemudian berproduktivitas tinggi, dagingnya pun berkualitas untuk di produk sate dan gule juga lainnya, kulitnya bagus untuk jaket, serta memiliki nilai budaya yakni tradisi adu ketangkasan, ungkapnya.
Sedangkan Domba Catwalk pertama digelar pada hari jadi ke-197 Garut 2009, dengan 80 peserta dari berbagai pedepokan pemelihara ternak tersebut.
“Ekspo Garut Festival, Bau Pesing”
Kondisi Arena Ekspo Garut memasuki penyelenggaraan hari kedua, tercium bau pesing, bahkan dinilai umumnya hanya sebagai ajang berjualan termasuk pada anjungan SKPD, selain itu tidak disediakan sarana tempat sampah yang memadai.
“Sarana hiburannya pun, untuk rakyat atau kalangan “inohong” (para petinggi) Garut..?,” ungkap beberapa pengunjung termasuk Ny. Umi yang mengaku berasal dari Tarogong Kidul.
Menyikapi kritikan pengunjung tersebut, Sekretaris Korpri Kabupaten setempat, H.M Rakhmat, M.Si menyatakan, sekarang diindikasikan kuat masyarakat pun tidak merasa memilikinya, menyusul rangkaian puncak acara ini diselenggarakan secara sentralistik.
Sehingga seolah-olah hanya milik Pemkab dan nyaris menyerupai ulang tahun Kecamatan Garut Kota, sebab tidak digelar pada setiap kecamatan, sedangkan mengenai hiburan siapapun bisa menontonnya.
Menurut dia, kalangan elit pun kini dimana mana cenderung “norek” (tidak mau dengar) terhadap kritikan apapun dan dari siapapun, yang mengindikasikan tidak lagi dimilikinya “sensitivitas”, sedangkan kalangan pegawai makin banyak yang “nyingceut” atau menghindar, katanya.
Maka kondisi Kabupaten Garut ini, bisa diibaratkan konductor yang lemah tanpa memiliki partitur, mengakibatkan alunan musik orchestra yang dimainkannya kacau balau, pemain musik yang berkualitas pun tidak memiliki kesempatan berimprovisasi.
“Menyebabkan Jaz tidak, Klasik serta Dangdut pun bukan, itulah kabupaten yang bernama Garut,” ungkap H.M Rakhmat, menambahkan. ***(John).
0 comments:
Posting Komentar