( Oleh John Doddy Hidayat )
Melaksanakan shalat Jum’at di Masjid Ja’mi Kampung Dukuh Desa Cijambe Kecamatan Cikelet, sekitar 140 km arah selatan dari pusat Kota Garut, Jawa Barat, ternyata luar biasa nikmatnya.
Selain imam serta khatibnya, pupuhu maupun ketua adat warga tradisional itu, Uluk Lukman(66), juga suasananya sangat alami menyusul masjid berkapasitas 100 jemaah tersebut, seluruhnya berkonstruksi kayu, berdinding anyaman bambu serta beratap injuk.
Sedangkan lantai masjid panggungnya berupa palupuh maupun bilah bambu, yang dilapisi sajadah, penulis pun shalat Jum’at antara lain bersama kerabat kerja Trans TV serta sejumlah mahasiswa ITB, yang tengah melakukan penelitian ilmiah.
Juga berbaur dengan masyarakat adat yang bermukim pada areal seluas 10 hektare, yang selama ini mereka pun menempati 42 rumah adat,
Terdiri 40 KK atau 172 penduduk Kampung Dukuh Dalam, serta 70 KK warga Kampung Dukuh Luar, bermata pencaharian utama bertani, beternak ayam, bebek, kambing, domba, kerbau, ikan dan penggilingan padi manual.
Keunikan yang dimilikinya, berupa keseragaman struktur dan bentuk arsitektur bangunan pemukiman masyarakat, terdiri beberapa puluh rumah tersusun pada kemiringan tanah bertingkat, setiap tingkatan terdapat sederetan rumah membujur dari barat ke timur.
Kearifan lokal warga Kampung Adat Dukuh di Kecamatan Cikelet, sejak ratusan hingga ribuan tahun lalu memiliki “Leueweung” (hutan) tutupan , cadangan serta hutan titipan dan garapan.
Perkampungan ini berada di kaki hutan tersebut, yang senantiasa di jaga dan dirawat sepanjang masa, meski kawasan mereka juga dikepung hutan produksi milik Perum Perhutani KPH Garut, yang saat ini memiliki sekurangnya 1.900,25 Ha hutan jati.
Selama berlangsung shalat Jum’at, diwarnai kekhusuan yang mendalam, mencermati makna khutbah, yang sarat nilai-nilai kebajikan.
Juga ajakan untuk berperilaku baik, serta bermanfaat bagi sesama termasuk alam serta lingkungannya, bumi tempat berpijak sebagai tanah leluhur yang patut dijaga serta dipelihara lingkungannya.
Sedangkan harapan warga setempat, segera direhabilitasinya ruas jalan desa sepanjang 10 km lebih, serta dibangunnya balai pertemuan masyarakat adat, menyusul selama ini setiap tamu yang berdatangan selalu diterima di kediaman pupuhu.
Masyarakat adat ini, juga mendambakan perlindungan pemerintah daerah yang diwujudkan melalui Peraturan Daerah (Perda).
Perkampungan ini, setiap pekan dikunjungi ratusan warga dari luar, diantaranya dari Bandung, Jakarta, Sukabumi, Sumedang, Subang, Karawang, Ciwidey serta dari Kota Garut termasuk kalangan peneliti, dengan kondisi ruas jalan desa yang sangat memprihatinkan.
Seorang warga setempat, Sutarman(65) selama ini memiliki keakhlian meramu obat-obatan, sejenis jamu berbahan baku tanaman termasuk jenis rumput-rumputan di perkampungan itu, antara lain berkhasiat menyembuhkan sakit pinggang. (29-4-2011).
0 comments:
Posting Komentar